“Hidup adalah kesempatan,
manfaatkanlah!”
Aku menutup novel setebal 150 halaman
yang berisikan kumpulan kata-kata motivasi. Novel itu baru selesai ku baca
siang ini. Yah. Bagi bookaholic
sepertiku, membaca novel setebal itu bisa ku selesaikan dalam waktu 1-2 jam
saja -bila isinya menarik.
Contohnya, novel yang telah ku baca
tadi memiliki banyak kalimat motivasi yang membangun, seperti kalimat terakhir dari
bunda Teresa : “Hidup adalah kesempatan, manfaatkanlah!”.
Sejujurnya, kalimat hebat ini masih terngiang-ngiang di benakku. Entah
mengapa, mendengar kalimat ini aku jadi kepikiran sama cita-citaku yang
bercabang ini.
Aku ingin sekali menjadi seorang
novelis. Namun, dengan talenta menyanyi yang ku punya ini, aku tidak mau
memendamnya.. Maksudku, aku juga ingin menjadi keduanya. Novelis dan Penyanyi.
Keren,bukan ?
Huh, aku sendiri masih ragu. Menjadi
seorang novelis saja membutuhkan upaya yang sungguh-sungguh dalam menyelesaikan
satu novel, apalagi ditambah penyanyi ? Di umurku yang baru 15 tahun, rasanya
itu hanya sebatas khayalanku saja.
Hah, sudahlah ! Hari ini hari
weekend. Tidak usah susah-susah memikirkan akan jadi apa aku kelak. Life is
simple. Just let it flows!
TOK TOK !
“NENG PIKAAA! MAKAN SIANG UDAH
JADIII! Mi goreng sama rendang PEDES ditambah jus melon!!”
TOK TOK!
Aku tergelak dari lamunanku akan masa
depan. Bibi Ningsih berhasil mengagetkanku karena teriakannya yang nyaring dan
garing itu.
Aku segera membuka pintu kamarku dan
mendapati bibi yang sedang senyum sumringah sambil memegang kain lap merah
kotak-kotak yang selalu ia pegang kemana-mana.
Wanita paruh baya ini sulit
mengucapkan huruf “V” dan “F”. Kedua huruf itu sama-sama dijadikannya “P”.
Alhasil, nama kerenku Vika Frayania jadi Pika Prayania kalo udah bibi yang ngomong.
Huuh…
“Iiihh.. bibi! Ngagetin aja!” gerutu
ku kesal.
“Hehehe.. maap dah neng. Habis neng Pika
udah ditungguin di bawah sama ibu dan bapak. Dari tadi dipanggil dari bawah gak
turun-turun.”
“Yah.. maaf deh. Gak kedengeran. Tadi
lagi asyik baca novel..hehe. Oke deh aku turun ke bawah.” ucapku sambil menuruni
tangga rumahku yang berbentuk spiral .
Samar-samar ku dengar bibi Ningsih
setengah berteriak, “Emang si neng Pika mah.. Kalo udah baca apa tuh namanya…
No… Nopp.. NOPEL susaaaaah diganggunya. Ckckck.”
Hem.. Rupanya bibi belum tau ya kalau
Novel is my soul. Aku cekikian sendiri mendengarnya. Hihi.
***
Siang ini sinar matahari begitu terik. Terlihat dari luar
jendela, sang sumber cahaya itu seakan-akan siap melahap mangsanya yang lewat di jalan.
Namun, panasnya cuaca tidak membuatku berhenti menikmati
hidangan makan siang hari ini. Rendang dan mi goreng buatan bibi Ningsih ditambah
jus melon segaaar!
Semua tertata rapih di atas meja berbentuk persegi panjang
yang ada dihadapanku ini.
“Bagaimana, Vika? Novel kamu sudah selesai?” Tanya papa di
sela-sela kunyahannya sambil menatap ku.
Aku yang sedang lahap-lahapnya mengunyah rendang sapi ini
langsung tersedak mendengar pertanyaan papa. Sungguh pertanyaan yang menghujam
sekali!
Mama langsung memberi ku segelas air putih.
“Aduh, Vika.. Makannya pelan-pelan dong, sayang..”
Aku mengambilnya dan meneguk air minum seperti orang kesurupan
sangking cepatnya.
Tiba-tiba aku teringat akan janji ku yang dulu untuk membuat
novel dan mengirimkannya ke penerbit. Papa tau sekali akan cita-citaku yang
satu itu dan beliau lah yang paling antusias menanggapinya.
Pelan-pelan ku lihat papa. Aku menarik nafas panjang dan
mengeluarkannya perlahan.
“Dikit lagi kok,Pa.” jawab ku bohong. Padahal, aku memikirkan
ceritanya saja belum. Habis, mau gimana lagi? Aku tidak pernah berhasil
menyelesaikan satu novel pun dan itu membuatku…. malas!
“Bagus. Kalau sudah selesai, biar di-print di kantor papa.
Terus, kita sama-sama kirim deh ke penerbit. Papa yakin naskah kamu diterima.
Kamu kan penulis hebat!” puji papa sambil mengelus-elus kepalaku.
Wow! Itu salah satu dukungan papa yang sangat hebat sekaligus
membuatku makin merasa bersalah!
Aku hanya mengangguk saja. Tak tau mesti jawab apa…
“Oh ya, Vik. Jangan lupa besok sore ada les vokal. Mama mau
kamu serius, Sayang. Kalau punya talenta menyanyi harus dikembangin terus,
jangan setengah-setengah.” Sambung mama yang menatap ku tajam.
Belum sempat aku berpikir tenang, mama sudah membuatku ingat
lagi akan passion ku yang satu itu.
Haaah.. aku semakin tenggelam dalam keadaan ini. Diibaratkan
kartun, mungkin aku sudah menciut seciut-ciutnya dan tenggelam di dalam baju
yang ku kenakan.
***
KLIK! Sebuah flat TV hitam
berukuran 21 inch di atas meja TV ku nyalakan. Aku menekan tombol power on/off
pada remote tv yang ku pegang. Jari-jari ku dengan lincah menekan setiap tombol
angka.
"Nah! ini dia yang ditunggu-tunggu!" seruku nyaring
sambil meletakkan remote dengan sembarang di atas kasur.
Tampilan di layar tv itu berhenti pada sesosok remaja perempuan
yang sedang bernyanyi dengan lincah. Rambutnya hitam berkilau dan panjang,
hidungnya mancung, dan memiliki badan yang cukup ramping serta kaki yang
jenjang. Balutan tube dress berwarna
emas yang ia kenakan semakin membuat penyanyi remaja itu mempesona.
Latisha Nabilla, nama penyanyi cantik yang ku idolakan itu
memang mempesona. Di umurnya yang sebaya dengan ku itu, ia sangat bermulti-talenta
. Bagaimana tidak ? Latisha sering menjuarai beberapa kompetisi balet nasional.
Yah.. Latisha juga seorang ballerina. Bahkan kabarnya, Latisha akan dikirim
untuk mengikuti kompetisi Ganee ballet sedunia di Singapore. Dan itu membuatku
makin kagum dengannya .
Latisha bergerak kesana-kemari mengikuti musik yang beraliran
ballad dan diiringi dengan alunan nada merdu yang ia nyanyikan.
5 menit berlalu, penampilan Latisha pun berakhir dengan sambutan
tepuk tangan penonton yang memukau.
Seorang MC pria berstelan jas putih itu pun menghampiri
Latisha.
“Wow! What a talented girl! That was amazing!”
“Terima kasih.” Jawab Latisha lembut.
“Saya rasa,banyak di luar sana termasuk fans kamu yang ingin
tau mengapa kamu bisa menjadi seorang Latisha yang sekarang ini. Would you mind
to share us?”
Latisha mengangguk sambil tersenyum manis. Ia pun maju
selangkah lebih dekat ke arah kamera.
“Saya menjadi seperti saya yang sekarang ini karena didasari
dengan 3 hal, yaitu : mimpi, kerja keras dan doa. Tak ada mimpi, kita tak akan tau kemana tujuan kita berlari. Kemudian, kita juga perlu kerja keras untuk
menggapai itu semua. Hanya bermimpi tanpa usaha, itu seperti kita menangkap
angin yang tak berwujud. Terakhir adalah doa. Kekuatan terbesar yang melengkapi
itu semua. All the things we’ve done is nothing without God.” ucapnya tegas dan
langsung disambut oleh tepuk tangan yang meriah dari para penonton.
Ya.. Kalimat itu seakan-akan menamparku dari kata ‘ragu’.
Aku baru tersadar sekarang. Aku kurang berusaha menggapai cita-citaku.
Padahal, banyak waktu dan kesempatan yang aku punya untuk berusaha.
Mimpi,
Kerja keras,
Doa.
Ketiga hal itu lah yang menjadikan hidup adalah kesempatan. Kesempatan untuk meraih cita-cita.
Sepertiku misalnya, menjadi seorang Novelis sekaligus Penyanyi…..WHY NOT?!
*cerpen ini adalah salah satu karya saya untuk mengikuti lomba cerpen #NulisAsyik
Sepertiku misalnya, menjadi seorang Novelis sekaligus Penyanyi…..WHY NOT?!
*cerpen ini adalah salah satu karya saya untuk mengikuti lomba cerpen #NulisAsyik
aku dulu juga mana pernah menyangka kalau novelku akhirnya bisa terbit. bener banget: mimpi, kerja keras, dan doa. jangan menyerah ya. kalau udah mulai agak males, inget2 mimpi kita aja. nanti bisa semangat lagi... ^_^
ReplyDeleteN.B
kok kita samaan bgt. aku juga pengen bgt jadi penyanyi.. :P
aku baru baca nih komennya :P heheeh
ReplyDeletebener banget. ketiganya itu udah jadi komponen utama untuk kita terus maju.