homeless :(

Ini hal yang paling tidak ku suka.
Aku gak tau apa yang dipikirkan mama. Hanya karena hal sepele seperti itu, dia sampai membentakku.
Kenapa kalau mama marah hal sepele jadi merembet kemana-mana ? kenapa mama bilang aku egois ? kenapa mama selalu mebandingkanku dengan kakak kakaku ?
Aku sudah coba sabar. Tapi aku bukan Tuhan!
Aku punya batas kesabaran.. dan amarahku telah melewati batas itu..
Aku lelah. Kenapa papa hanya memikirkan perkataan mama ?
 Kenapa ia tidak melihat aku ?
Aku tau aku salah bersikap seperti itu.. aku melempar remote tv itu sangking tak tertahan emosi ini.
Batre-batrenya pun terlepas.
Mama makin marah!
Tapi apa mama tau dipukul itu sakit ?!
Aku melangkahkan kakiku melewati pagar rumah yang sudah diselop mama .
Aku tidak tau harus kemana… aku melihat keadaan sekelilingku.. gelap..

Aku harus lari kemana ?
Aku berlari ke suatu tempat mengikuti perasaanku.
Aku tidak peduli jika orang melihatku berlari. Aku tau pasti di pikiran mereka ‘sedang apa gadis remaja seperti itu lari di malam hari begini ?’
Aku berhenti di suatu rumah. Ada sedikit taman dan zebra cross di situ.
Aku coba duduk.
Kenapa aku ini? Di saat seperti ini aku tidak bisa menangis ? dan rasa sakit akibat pukulan itu tidak terasa lagi ?
Apa aku sudah kebal dengan semua ini ? semua perlakuannya terhadapku ?
5 menit aku di situ dan aku tidak merasa nyaman.
Aku berjalan lagi ke gang berikutnya.. aku melihat 2 laki-laki sedang bercanda sambil berjalan di depanku.
Aku mengikutinya.. karena aku tidak tahu mau bagaimana lagi..
Aku terus berjalan hingga menemukan sekelompok anak-anak sedang bermain..
Aku mencoba mencari tempat yang bisa ku duduki di dekat situ.. setidaknya kalau ramai aku tidak terlalu takut.
Aku pun duduk di zebra cross depan rumah bermodel seperti rumah mainan itu.
Anak-anak itu pun melihatku sambil berbisik-bisik.
Samar-samar ku dengar ‘hey .. itu siapa sih?”
Satu sama lain berkata seperti itu. Mereka tidak tahu rupanya pendengaranku ini tajam..
Tapi masa bodo!  Mereka pikir aku peduli ?
Aku hanya menatap nanar taman yang agak jauh di depan ku.. dan aku melihat seorang pria tua beruban memakai baju putih!
Ah… itu papa!
Untung aku memakai kacamata sehingga jelas terlihat!
Aku segera berdiri dan berlari melewati anak-anak tadi yang makin bingung saja melihatku.
Aku pergi mencari taman lain yang bisa ku tempati.
Dan aku menemukannya!
Terdapat 2 ayunan di sana… di depannya juga banyak mas mas jualan makanan macam nasi goreng dan gorengan..
Aku pun duduk di ayunan sebelah kanan… aku diam di situ
Pikiranku melayang kemana-mana. Saat mama membentakku. Saat kakak-kakakku terlihat munafik dengan senyuman mereka.
Hingga akhirnya aku melihat papa lagi yang sedang celingak-celinguk mencariku!
Oh! Dia benar2 mencariku rupanyaa!!!
Aku berlari lagi ! dan melihat sekelilingku .. banyak yang sedang jualan
Andai aku bawa duit. Setidaknya aku bisa membeli jus dan duduk duduk sebentar di situ.
Andai aku bawa ponsel. Aku sudah pasti meminta Adel untuk mengijinkanku ke rumahnya sebentar.
Aahahh. Bodoh aku ini!
Sekarang aku berlari berlari dan teruuuuuus berlari.
Dan akhirnya aku kembali ke tempat semula. Ke tempat dimana ada sekelompok anak-anak kecil tadi.
Aku jadi geli sendiri melihat mereka. Aku benar-benar seperti orang bodoh yang mencari koin emas di semak belukar
Aku kembali duduk ke tempat yang tadi..
Nyamuk-nyamuk keji itu mulai menggigit ku. Seakan-akan mereka tidak peduli dengan perasaan sakitku ini..
Aku diam… Angin dingin mulai menembus kulitku..
Papa tidak terlihat lagi,
Aku mendengar jelas salah satu dari  anak-anak itu bilang “samperin aja..samperin.”
Aku menengok ke arah mereka. Mereka benar2 melihatku
Memangnya aku ini kenapa?! Aku kan tidak menangis. Memangnya janggal kalau aku duduk di sini ?
Ah ! membuatku jadi tidak betah!

Aku beranjak dari situ dan pergi ke taman di hadapanku..
Aku melihat seorang perempuan mengenakan kaos oranye, rambut ikalnya diikat, jari2nya lincah menyentuh layar hapenya.
Aku pun mendekatinya.
“hai. Boleh duduk sini ?”
Ia melihatku sambil tersenyum. “oh, iya . silahkan..”
Aku mengamatinya. Gayanya seperti pembantu…
“nama kamu siapa?” tanyanya ramah.
“Sheila, kamu ?”
“aku endang.” Jawabnya sambil mengulurkan tangannya padaku.
Aku menyambut tangannya. “tinggal dimana?”
Sebenarnya itu pertanyaan menjebak. Aku penasaran dia ini pembantu apa bukan.
“aku kerja mbak. Tuh di rumah coklat yang itu!” Endang menunjuk-nunjuk rumah yang agak jauh dibelakangku  itu.
Rumah dengan pagar dan dinding berwarna coklat yang cukup luas..
Aku hanya mengangguk-angguk. Dugaanku benar!
Dia seorang pembantu. Tapi tak apalah! Yang penting aku ada teman ngobrol dari pada kaya tadi.
Patrick pun kalah dungu denganku!
Hem..kelihatannya, dia sebaya dengan ku. Atau mungkin lebih tua 3 tahunan.
“mbak tadi bukannya di sana ya?” tanyanya sambil menunjuk tempat ku duduk semula.
“iya..” jawabku.
“emang ngapain mbak?”
“gapapa.. lagi berantem sama mama.” Ungkapku sekenanya.
Aku mendapatinya mengangguk-angguk.
“oh…  sering berantem sama mamanya?”
Aku menggelangkan kepalaku. “nggak.”
“oh… saya juga dulu pernah berantem sama ibu saya, tapi ya udahannya balikan lagi. Hehehe.”
Aku tertawa kecil mendengarnya.
Dia sungguh ramah…
Huh. Keadaan seperti ini aku malah mengharapkan yang duduk dan berbicara di sebelahku adalah teman baru yang bersekolah juga. Misalnya seorang cowok gitu…… yang ikut kabur juga. Kan bisa nyambung curhatannya.
Haaha. Pikir apa aku ini! Dumb!

“disini suka rame mbak.” Kata Endang .
Aku menghela nafas. “nyari-nyari temen di sini susah. rata-rata anak kecil semua.”
“wah iya. Emang rata-rata anak kecil semua. Kalau saya sih di sini banyak yang kerja. Jadi saya banyak temannya.”
Aku mengangguk sekali.
Lumayan menyenangkan berbincang-bincang kecil dengannya.
“heh Dini! Sini atuh. Ngobrol!” seru Endang pada satu perempuan yang satu profesi dengannya.
Perempuan yang dipanggil ‘dini’ itu mendekat sambil menenteng anak yang tadi bermain itu.
Aku pun berkenalan dan berbincang-bincang dengan mereka…
Setidaknya aku masih bisa tertawa dalam ‘kesakitan’ ku ini.
Tak berapa lama, bunyi geledek pun terdengar. Seketika itu juga rintik-rintik hujan pun terasa di telapak tanganku.
Kenapa jadi kaya di sinetron begini sih?!
Dini pun ijin balik beserta anak kecil tadi.
Tinggal aku dan Endang di taman itu.
“mbak gak pulang? Ntar kalo kelamaan mamanya lapor polisi lagi.”
Benar juga. sudah 1 jam aku tak kembali ke rumah.
“gak kok..” jawabku asal. Dalam hati aku sudah wanti-wanti.
“oh.. yah gak baik mbak berantem lama-lama sama orang tua.” Ucap Endang menasihatiku.
“he’eh.”
Aaahhhhh! Hujan turun makin besar..
“mbak gak balik ke rumah?” Tanya ku tak enak karena Endang baik sekali mau menemaniku disini walau hujan sudah turun.
“iya mbak. Hujan makin gede. Mbak dulu yang balik baru saya pulang!”
Aku tertawa. “iya.. saya balik deh. ”
Takut juga aku di sini..
Aku mengucapkan terima kasihku pada Endang dan berlalu pulang.
Yah…. Aku harus siap!
Setidaknya aku dapat pelajaran untuk gak main kabur-kabur kaya gini. Aku tidak tau sekelilingku seperti apa!
Btw, thx Endang. U’re a nice friend.
Akuya menginjakkan kakiku ke rumah. Papa dan motornya tidak ada… mungkin masih mencariku.
Ruang tamu kosong. Mama pasti sedang di kamar.
Aku membuka kamar ku. Merebahkan tubuhku ke atas kasur. Merenungkan perbuatanku mala mini..
Ngomong2 hujannya kok sudah berhenti? Oh. Tuhan memang tidak mengijinkanku kabur!

Comments