Malaikat Kecil Tak Bersayap


Bermula dari keinginan ku untuk masuk sekolah.
Aku terbangun dari tidur lelap ku dan mempersiapkan diri untuk pergi ke sekolah.
Aku mengecek lagi barang bawaanku sebelum aku keluar.
Netbook is Check!
My guide book is Check!
Pensil case is check!
Handphone is Check!
Semua keperluanku  sudah ku bawa.
Aku melangkah keluar rumah…
Aku mencium bau aroma tanah yang basah. sangat menusuk.. diikuti dengan hembusan angin yang sedikit kencang menembus pori-pori kulitku.
sepertinya habis hujan.. padahal pagi itu langit masih terlihat cerah seperti biasa.
aku mengabaikkan tanda-tanda kedatangan hujan ini.
Aku pun melanjutkan niatku untuk pergi ke sekolah.
Seperti biasa, Papa hanya mengantarku sampai depan jalan raya, dekat pom bensin tua tak beraturan itu.
Berjejer angkot sudah menunggu penumpang dari kaula muda sampai tua untuk menaiki mobil mereka masing-masing.
Dengan sigap, papa memberhentikan motornya di depan jejeran angkot. Aku pun turun dari motor .
“hati-hati ya, nak.”
Aku mengangguk sekali dan melangkahkan kaki ini menaiki angkot baris paling depan dengan pikiran ‘angkot paling depan pastilah cepat berangkat’
Dan memang benar adanya. setelah aku menumpang, supir langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
20 menit berlalu dan aku masih di dalam mobil bersama penumpang lainnya.
Tersadar dalam lamunanku, aku menatap langit dari tembusan kaca mobil yang buram dipenuhi partikel-partikel debu. Langit sangat gelap. Hembusan angin yang kencang memasuki celah-celah kecil kaca. Rintik-rintik hujan terlihat menetes di kaca.
Aku pun teringat pada barang bawaanku.
Ya Tuhan… Netbook ku.
aku melihat jam warna-warni yang terpasang manis di tangan kiriku.
Sekitar 15 menit lagi aku akan sampai ke gedung sekolah yang lama tapi hujan telah menyusul rintik-rintiknya.
Aku mengecek lagi barang bawaanku, berharap ada alat penangkal hujan.
Satu-satu barang pun ku lihat. Dari buku, tempat pensil, netbook bahkan sampah-sampah permen kecil masih ada di dalam tas.
Huh! tidak ada payung. Tidak ada jaket hujan. Tidak ada topi. Bahkan tidak ada plastik yang bisa mewakili barang penangkal hujan ini semua…
Aku menghela nafas panjang. Berpikir apa yang bisa ku lakukan untuk menghindari hujan ini…
Sementara aku berpikir, mobil angkot yang ku tumpangi tetap melaju makin kencang… seakan tidak mau kompromi dengan ku untuk menunggu berhentinya hujan.
Seketika, aku teringat untuk berdoa. ya… hanya Bapa di sorga yang mempunyai kuasa untuk menghentikan hujan. Hanya di dalam namaNya aku  bisa menghentikan hujan.
“Bapa… aku percaya Engkau sedang melihatku di sini.. –“  doaku dalam hati.
Aku terus berdoa kepada Tuhan, meminta mujizat padaNya…
Hingga akhirnya aku sudah sampai tujuan dan hujan tidak kunjung berhenti.
“Kiri bang!” perintahku pada supir angkot.
Ia pun memberhentikan angkotnya di persimpangan kiri jalan.
Aku membayar ongkos dari dalam angkot dan memberanikan diriku untuk melangkah turun ke jalan.
Aku harus menyeberang ke depan jalan untuk menaiki angkot satu lagi tapi hujan masih belum reda.
Samar-samar ku lihat seorang anak kecil datang menyambutku dengan payung besarnya.
Aku mengerti maksudnya. Anak ini pasti sedang menawarkan ojek payung.
Aku menunjukkan jari telunjukku –tanda bahwa aku mau memakai jasanya.
Anak laki-laki itu berlari gembira mendekatiku.
“ka..” ucapnya sambil menyodorkan payungnya padaku.
Aku tersenyum manis padanya.
“thank God.” Batinku.
“anterin aku nyebrang sampai sana ya…” ujarku sambil menunjuk ke arah seberang jalan.
“iya ka!” jawab anak kecil ini sambil tertawa..
Anak laki-laki ini memegang payungnya gemetar. Sambil menunggu kendaraan mobil dan motor dari arah kanan berhenti, aku beralih memegang payungnya. “sini, biar aku yang pegang.”
“iya..” balasnya sambil tertawa lagi…bibirnya sudah biru tapi ia masih sanggup tersenyum.
Lampu lalu lintas dari arah kanan menunjukkan warna merah.
“ayo ka!” serunya sambil berlari menuju ke trotoar pertama.
Hujan deras ini pun tidak sanggup menahan semangat anak itu. Ia begitu semangat padahal hujan terus membasahi tubuh kecilnya sementara aku tidak bisa mengejarnya karena rok abu-abu ku yang panjang ini menahanku. Mungkin baginya, hujan adalah keberuntungannya…

Akhirnya, sampai pada trotoar kedua. Aku mendapatkan anak itu dan merangkulnya.
“sini! Nanti sakit loh kena hujan.”
Ia mengangguk pelan, “iya ka..”
Sementara menunggu angkot lagi, aku berniat untuk berbincang kecil dengan anak ini.
“kamu gak ke sekolah?” tanyaku.
“ga, ka. Libur sampai hari kamis.”
Bibirnya bergetar..
aku terharu. Mungkin anak-anak lain yang seusia dengannya sedang berada di rumah sekarang. Mungkin mereka bermain, menonton tv, tidur, atau mengerjakan pr… sedangkan anak ini…
anak ini mengisi hari libur bersama payungnya sebagai sarana untuk menghasilkan uang. Memanggil orang sana-sini untuk memakai jasanya…
aku terdiam mengingat masa kecilku. Masa kecilku tidak pernah kuhabiskan dengan bersusah payah mencari uang .
“kaka mau kemana ?” Tanya anak kecil itu mengagetkan ku.
“sekolah. Dekat Hermina. Kamu tau ?”
“tau. yang di sana kan ka?” balasnya sambil menunjuk arah belakangku.
“iya.. naik angkot nomor 01 bukan?”
“iya ka!” ia mengangguk mantap sambil celingak-celinguk ke arah kananku.
Angkot bernomor  lain mulai muncul satu per satu.
Satu-satu berhenti di hadapanku, mengira aku akan naik.
“ngga pak!” teriak anak itu .
Ia melakukan hal itu berkali-kali pada angkot yang bukan nomor 01.
Aku mendapatinya tersenyum.
Dari kejauhan, terlihat angkot 01 datang .
Anak lelaki kecil ini melambaikan tangannya sambil berteriak lantang : “stop pak! Stop!”
Aku yang sekarang tersenyum.
“terima kasih ya…”
Aku memberikan sejumlah uang padanya. Ia sangat senang..
“terima kasih,ka.” Ucapnya sambil berlalu.
Aku menaiki angkot dengan hati yang bertanya-tanya.
“Tuhan… ini kah caramu menjawab doaku?”
Aku mengerti, Tuhan memang menjawab doaku sekaligus memakaiku untuk memberkati anak itu.
Hari ini , tanggal 07 bulan May tahun 2012, aku dipertemukan seorang malaikat kecil tak bersayap dari Tuhan.

Comments

  1. bagus banget. aku suka...
    ga semua orang bisa menangkap pelajaran dari hal kecil yang tampaknya remeh. kita mungkin menganggap hal itu adalah hal biasa karena terjadi cukup sering dalam kehidupan sehari-hari. good job!!

    ReplyDelete
  2. makasiiiiih kaaa :))))
    iyaaa... semua di sekeliling kita bisa jadi inspirasi sekaligus nilai kehidupan!

    ReplyDelete

Post a Comment