Secangkir Cokelat Dengan "Rasa"

Aku membayangkan secangkir cokelat hangat bisa menenangkan diri ku dari kepenatan hari ini yang ku lalui di Jakarta. Kota metropolitan yang warganya sering semerawutan.
Siapa yang bisa sabar saat menghadapi kemacetan, polusi udara, dan terik matahari yang menyengat dalam waktu bersamaan?
Mungkin sabar karena sudah terbiasa. Tepatnya, lebih membiasakan diri dengan dampak dari ulah manusia sendiri.
Aku menyeruput cokelat hangat yang baru saja ku seduh. Kental, manis, memanjakan lidah. .
Kadang, rumah bisa menjadi pelarian ku dari segala kejenuhan ku di luar sana.. Dan di rumah, aku bisa menikmati secangkir cokelat hangat.
Aku kembali meminumnya seteguk demi seteguk. Sejenak ku biarkan diri ini terlarut dalam rasa dan pekatnya cokelat. Tidak memikirkan kota Jakarta dan segala kepenatannya. Bebas dan lepas.
Tak mampu menolak kalorinya. Hanya rela menikmatinya hingga genangan air berwarna cokelat hampir mengering di dalam cangkir.
Hanya senyum dan lumeran cokelat yang tersisa di mulut ketika melihat cangkir ku kosong. Hanya harum dan setetes cokelat yang tersisa di cangkir ku yang kosong.
Ya. Semua orang bisa menyeduh satu saset cokelat hangat dengan air panas atau hangat. Tapi tak semua orang bisa menikmatinya seperti aku barusan.


-Ditulis sore hari sehabis minum secangkir cokelat hangat pada Selasa, 7 Oktober 2014-

Comments